
بسم الله الرّحمن الرّحيم
oleh : Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai
La Firlaz
Dalam hikayat-hikayat lama, purnama
mengambil tempat khusus di hati para pujangga. Seorang penyair tidak akan mau
melewatkan momen purnama begitu saja. Ada sejuta inspirasi yang bisa ia peroleh
dari hanya sekadar memandang purnama. Sampai dikatakan oleh sebagian orang,
orang bisu pun akan berdesis ketika menikmati cahaya purnama yang menyirami
bumi.
Zaman dahulu… Sebelum dikenal secara luas apa yang dinamakan dengan
kalender dan penanggalan, purnama telah ditetapkan sebagai alat penghitung yang
diandalkan. Seorang ibu yang ditinggal oleh putranya karena merantau akan
bergumam, “Sudah berapa purnama engkau tinggalkan Ibumu, Nak?”. Begitupun
seorang istri yang ditinggal pergi suaminya berlayar menentang gelombang,
“Entah di purnama ke berapakah ia kan kembali?”. Bagi mereka purnama tidak
pernah menampakkan dusta.
Bagi seorang hamba yang gemar beribadah, apakah
arti purnama baginya? Purnama adalah momen yang selalu dinanti-nanti. Sebab,
ketika itu Rasulullah menganjurkan umatnya untuk berpuasa selama tiga hari
berturut-turut. Pada malam ke tiga belas, empat belas dan lima belas.
Al
Imam An Nasa’i (4/222) meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Dzar tentang hal
ini. Hadits tersebut dihasankan oleh Syaikh Al Albani. As Sindi di dalam
Hasyiyah nya menyebutkan beberapa hikmah yang mungkin untuk dipahami dari
sunnah ini. “Tatkala cahaya menerangi malam, sangat pas sekali jika di siangnya
diterangi oleh ibadah”.
✿ ✿ ✿
Bagi seorang muslim, apakah arti dari sebuah
purnama? Semestinya, purnama mengingatkan kita kepada Dzat yang telah
menciptakan dan mengaturnya. Alasan inilah yang mendorong saya untuk menulis
coretan ringan ini. Ya, seharusnya memang demikian! Sadar akan kadar diri itu
harus! Ternyata, kita hanyalah makhluk kecil yang seringkali lupa dan lalai
untuk mengingat Nya.
Sore tadi, dari atas lantai tiga bangunan tempat kami
bermukim. Nampak indah bulan yang sedang berproses menuju purnama. Ya, malam
ini adalah malam ke-tiga belas Dzulqo’dah 1434 H. Adzan Maghrib membahana.
Gemanya mengisi ruang-ruang jiwa. Langit diselimuti awan-awan tipis.
“Eh,
Yusuf… Coba kau tengok di atas sana!”, ujar saya dengan suara agak meninggi
kepada salah seorang kawan.
Katanya, “Subhaanallah! Indah sekali, Bang!”
Memang
indah! Sudah berapa kali momen purnama yang kita lalui? Apakah momen tersebut
lantas mengingatkan kita kepada Ar Rahman? Padahal, di dalam Al Qur’an Al
Karim, Allah memberitakan tentang ibaadur rahmaan. Mereka yang benar-benar
menjadi hamba Ar Rahman! Apakah salah satu hal yang Allah sebutkan tentang
mereka?
تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ
فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا
Di dalam surat Al Furqan,sebelum memberitakan tentang ibaadur rahmaan,
Allah memulainya dengan ayat di atas.
Maha Suci Allah yang menjadikan di
langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan
bulan yang bercahaya. (QS. 25:61)
Allahumma, yaa Allah… Ampunilah hamba yang
terlalu sering melewatkan momen purnama tanpa berucap tasbih, tanpa
menghadirkan rasa syukur pun tanpa membangkitkan rasa khauf kepada Mu.
✿ ✿ ✿
Bagi
pelaku thalabul ilmi, apakah arti purnama untuknya?
Purnama adalah motivasi
besar untuknya.
Purnama adalah semangat yang bisa membangkitkan dirinya dari
rasa malas dan jenuh.
Memandang purnama akan menyadarkan dirinya bahwa
thalabul ilmi yang sedang ia tempuh adalah perjalanan suci dan mulia.
Lalu,
apa hubungannya antara purnama dan thalabul ilmi?
Sebuah hadits dari Muadz
bin Jabal dan dishahihkan Al Albani di dalam Al Misykah (212) merupakan jawaban
yang tepat untuk pertanyaan di atas.
Rasulullah bersabda,
فَضْلُ العَالِمِ عَلَى
العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلَى سَاِئرِ الكَوَاكِبِ
“Keutamaan seorang alim
jika dibandingkan seorang ahli ibadah seperti halnya purnama jika dibandingkan
dengan seluruh bintang”
Subhaanallah!
Setelah membaca hadits di atas,
masihkan kita ragu untuk berthalabul ilmi?
Bagi para ulama yang aktif
berkarya dalam ujud kitab, apakah arti purnama bagi mereka?
Purnama menjadi
salah satu pilihan untuk menentukan judul sebuah karya monumental. Al Imam
Ibnul Mulaqqin (wafat tahun 804 H). Beliau mentakhrij hadits dan atsar kitab As
Syarhul Kabiir dan menamakannya Al Badrul Muniir (Purnama Bercahaya). Contoh
lainnya adalah Al Badru At Thaali’ karya Al Imam Asy Syaukani (wafat tahun 1250
H). Karya tulis yang menceritakan ulang biografi para ulama setelah abad ke
tujuh sampai masa beliau, dinamakannya Purnama Bersinar (Al Badru At Thaali’).
Bagi
para pecinta dan pengejar Al Jannah, apakah arti purnama untuk mereka?
Purnama
adalah lambang harapan. Bagaimana tidak akan menjadi lambang harapan? Sedangkan
Rasulullah pernah memberitakan bahwa penduduk surga berbeda-beda tingkatannya!
Semua penduduk surga tidak sama derajatnya. Tentu sesuai bekal amalan yang
telah dipersiapkan. Tahukah Anda, seperti apakah Rasulullah menggambarkan
rombongan pertama yang masuk surga?
أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ
الجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ
“Rombongan pertama yang akan masuk surga, seperti rembulan di malam
purnama”, sabda Rasulullah di dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri riwayat Tirmidzi
(2522) dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Ash Shahihah (1736).
Ayo
berlomba-lomba… Bermusabaqah dan bermunafasah untuk menjadi bagian dari
rombongan pertama ke dalam surga! Jika semangat beribadah sedang melemah,
pandanglah purnama dan sadarkanlah diri bahwa hanya mereka yang
bersungguh-sungguh saja… Hanya mereka yang bermujahadah melawan hawa nafsu,
yang akan masuk surga seperti rembulan di malam purnama!
✿ ✿ ✿
Bagi seorang
Salafy (pengikut faham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah), apakah arti purnama untuknya?
Purnama
tentu mengingatkan dirinya dengan momen Rasulullah bersama para sahabatnya
suatu saat, pada seribu empat ratusan tahun yang lalu. Tatkala itu beliau
sedang duduk-duduk bersama para sahabat sambil memandang rembulan di kala
purnama. (Bukhari 554 Muslim 633).
”Sesungguhnya kalian akan memandang Rabb
kalian,sebagaimana kalian memandang bulan. Kalian tidak berdesakan ketika
memandang Allah”, sabda Rasulullah malam itu.
Hadits mutawatir semacam ini
tentu menambah semangat untuk berkarya dalam ibadah! Siapa pula yang tidak
bercita-cita untuk memandang wajah Allah? Jika seorang pengingkar hadits tidak
dapat menerima berita dari Nabi Muhammad di atas, biarkan saja kelak ia tidak
memandang wajah Allah! Bukankah ia sendiri tidak mempercayai?
Seorang
Salafy? Imam Ahmad bin Hanbal (Ushulus Sunnah hal 23) pernah menerangkan
tentang prinsip-prinsip Ahlus Sunnah. Salah satunya,
“Beriman (bahwa kaum
mu’minin) akan melihat (wajah Allah Ta’ala yang maha mulia) pada hari kiamat,
sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits-hadits yang shahih”
Pastinya kita harus selalu memohon dengan
doa yang pernah diajarkan oleh Rasulullah di dalam hadits Ammar bin Yasir
riwayat An Nasa’i (1305) dan dishahihkan Al Albani di dalam Shifat Shalat Nabi
(hal 165).
وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَالشَّوْقَ
إِلَى لِقَائِكَ
”Aku meminta kepada Mu (ya Allah) kenikmatan memandang wajah Mu,di
akhirat kelak.Dan aku meminta kepada Mu kerinduan untuk bertemu dengan Mu”
✿ ✿ ✿
Bagi
saya yang menulis, apakah arti purnama? Selain hal-hal penting di atas, tentu
purnama menjadi setetes penawar rindu. Jika rindu mulai berkunjung menyapa,
saya akan memandang purnama walau sesaat saja. Sebab, purnama di Yaman tentu
sama dengan purnama di Solo. Di bawah purnama yang sama, seakan kami pun berada
di dalam ruangan yang sama.
Bagaimana dengan Anda?
_Dzamar The Spirit Of
Yemen_dalam malam bermandikan cahaya purnama
13 Dzulqo’dah 1434 H_18 SEPT 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Untaian Nasehat Untukmu. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar