
Al-Ustadz Abdurrahman Abu Usamah
Sabar itu pahit, namun akibatnya
lebih manis daripada madu. Ungkapan yang sangat indah dan memesona apabila
dicermati dan dikaji. Sabar itu memang pahit, bagaikan menggenggam bara api dan
seperti diiris sembilu. Bagaimana tidak, di saat kita dihadapkan pada sesuatu
yang disenangi oleh hawa nafsu, kesempatan dan peluang terbuka lebar untuk
melampiaskannya, kemampuan untuk melaksanakannya ada, tidak ada mata manusia
yang melihatnya, gejolak nafsu membara, oleh Allah Subhanahu wata’ala kita
diperintahkan untuk mengerem diri dan menahannya. Sungguh, betapa berat.
Di
saat kita berada dalam amal saleh dan ketaatan, bisa jadi amal itu berisiko pada
hilangnya nyawa, harta benda, dan keturunan, kita diperintahkan untuk tegar di
atasnya. Tidak boleh mundur dan goyah, menerima segala kemungkinan yang akan
terjadi dalam pelaksanaannya. Lebih-lebih, ketaatan tersebut sangat tidak
disenangi oleh hawa nafsu serta dibenci oleh iblis dan bala tentaranya dari
kalangan manusia dan jin. Sungguh, betapa berat sabar di atasnya. Di saat kita
mengerahkan segala kemampuan untuk mengejar sebuah cita-cita dalam hidup ini,
pengorbanan yang tidak sedikit telah dikeluarkan, usaha dengan segala cara
sudah ditempuh, segala yang dibutuhkan untuk mengejar cita-cita tersebut telah
dikerahkan, keberhasilan sudah di ujung tanduk dan di pelupuk mata—menurut
perkiraan—, teman teman dan saudara telah menyaksikan akan terjadinya sebuah
keberhasilan, sanjungan dan pujian kerap kali menyapa dan menggiurkan
seolah-olah dunia berada dalam genggaman, tiba-tiba tanpa diduga terjadi
sebaliknya. Kegagalan yang sangat dalam. Luluh lantak segala usaha yang kita
bangun. Setelah itu Allah Subhanahu wata’ala memerintah kita untuk bersabar dan
menerimanya dengan lapang dada. Itulah sabar, betapa beratnya. Sungguh, pahit
dan berat, namun akibatnya di kemudian hari akan manis nan indah.
✿ Sabar,
Lentera Jiwa
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
ۗ
وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ
“Barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan
memberinya petunjuk di dalam hatinya.” (at-Taghabun: 11)
Telah diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dan Abu Hatim dari Alqamah, ia berkata, “Yaitu seseorang yang
ditimpa oleh sebuah musibah dan dia mengetahui bahwa semuanya datangnya dari
Allah Subhanahu wata’ala, lalu dia ridha dan menerimanya.”
Saudaraku, adakah
nikmat yang lebih besar daripada nikmat hidayah yang telah merasuk dalam
sanubari? Adakah nikmat yang lebih besar daripada hati yang telah dilumuri hidayah
Allah Subhanahu wata’ala? Tentu, tidak ada akhir dan akibat dari kesabaran
selain kebahagiaan dan kelezatan. Allah Subhanahu wata’ala akan menggantikan dunia yang telah luput
darinya dengan petunjuk di dalam hati, keyakinan yang penuh kejujuran. Allah
Subhanahu wata’ala pun akan mengganti apa yang telah diambil-Nya.
Al-Imam
Ahmad rahimahumallah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala telah menyebutkan sabar
dalam sembilan puluh tempat di dalam kitab-Nya.”
✿ Sabar, Senjata yang Ampuh
dan Berharga
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya, Majmu’ Fatawa
(10/48), menjelaskan, “Musibah-musibah adalah nikmat. Sebab, ia akan menghapus
dosa-dosa dan mendorong seseorang untuk bersabar sehingga mendapatkan ganjaran.
Musibah akan mengajak seseorang untuk bertobat kepada Allah Subhanahu wata’ala
dan merendah diri di hadapan-Nya, berpaling dari makhluk (yang tidak mampu
berbuat apa-apa, -pen.), dan berbagai
maslahat lain. Cobaan itu sendiri berfungsi menghapuskan segala dosa dan
kesalahan, dan ini sendiri sudah termasuk nikmat yang sangat besar.”
Musibah-musibah
adalah rahmat dan nikmat bagi seluruh manusia, kecualiapabila musibah itu
menyeretnya ke dalam kubangan maksiat,
tentu ini adalah musibah yang lebih besar lagi dibanding sebelumnya. Dari sisi
inilah, yaitu akibat yang akan merusak agamanya, musibah itu menjadi kejelekan
baginya. Di antara manusia ada yang ditimpa oleh kefakiran, penyakit, atau rasa
sakit lalu timbullah pada dirinya kemunafikan, keluh kesah, penyakit di dalam
hati, meninggalkan beberapa kewajiban, dan melaksanakan hal-hal yang
diharamkan. Ini mengakibatkan kemudaratan bagi agamanya.
Karena itu, sehat
lebih baik baginya ditinjau dari musibah yang terjadi setelahnya, bukan
ditinjau dari esensi musibah itu sendiri. Sebagaimana halnya jika musibah itu
membuahkan kesabaran dan ketaatan, berarti di dalamnya terkandung nikmat agama.
Musibah itu merupakan perbuatan Allah Subhanahu wata’ala yang akan menjadi
rahmat bagi si makhluk.
Allah Maha Terpuji atas semuanya. Barang siapa diuji
oleh Allah Subhanahu wata’ala dengan musibah dan diberi kesabaran, kesabaran
itu menjadi sebuah nikmat dalam agamanya. Setelah kesalahan-kesalahannya
dihapuskan, niscaya dia akan mendapatkan taburan rahmat. Bila dia memuji Allah
Subhanahu wata’ala atas ujian yang dia derita, niscaya Allah Subhanahu wata’ala
akan memujinya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ
صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ
“Mereka mendapatkan shalawat dan rahmat dari Rabb
mereka.” (al- Baqarah: 157)
Dia akan memetik buahnya, yaitu diampuni
kesalahan-kesalahannya dan diangkat derajatnya. Karena itu, barang siapa
menerima musibah itu dengan kesabaran yang wajib, niscaya dia akan memperoleh semuanya.”
✿ Sabar dan Cinta,
Teman Sejoli?
Ibnul Qayyim rahimahumallah dalam kitab beliau Madarijus
Salikin (2/162) menjelaskan, “Sesungguhnya kesabaran dalam menanggung beban
derita untuk mengejar keinginan yang dicintai Allah Subhanahu wata’ala adalah bukti kebenaran cinta kepada Allah
Subhanahu wata’ala. Dari sinilah, bisa dikatakan bahwa cinta mayoritas orang
adalah dusta.
Sebab, mereka mengaku cinta kepada Allah Subhanahu wata’ala,
namun saat Allah Subhanahu wata’ala menguji mereka dengan sesuatu yang tidak
mereka sukai, mereka lepas dari hakikat cinta dan tidak ada yang kokoh
bersama-Nya, selain orang-orang yang bersabar. Kalaulah tidak sabar memikul
segala beban berat dan yang tidak disukai, niscaya cinta mereka adalah dusta.
Jelaslah bahwa orang yang paling tinggi tingkat cintanya adalah yang paling
besar tingkat kesabarannya. Berdasarkan hal ini, Allah Subhanahu wata’ala
memuji secara khusus para wali dan kekasih-Nya dengan kesabaran. Allah
Subhanahu wata’ala berfirman, tentang kekasih-Nya Ayyub ‘Alaihissalam,
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا
ۚ نِّعْمَ الْعَبْدُ ۖ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Sesungguhnya Kami dapati dia dalam keadaan bersabar,
dia adalah sebaik-baik hamba dan sesungguhnya dia orang yang banyak bertobat.”
(Shad: 44)
Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan hamba- Nya yang terbaik
untuk bersabar terhadap segala hukum-Nya. Allah Subhanahu wata’alamemberitakan
pula bahwa Dia yang telah menjadikan beliau bersabar. Allah Subhanahu wata’ala
memuji orang-orang yang bersabar dengan sebaik-baik pujian dan telah menjamin
dengan ganjaran yang besar. Allah Subhanahu wata’ala menjadikan ganjaran selain
orang-orang yang bersabar terbilang, sedangkan ganjaran untuk mereka tidak
terbatas. Allah Subhanahu wata’ala menggandengkan sabar dengan Islam, iman, dan
ihsan.Allah menjadikan sabar sebagai saudara yakin, tawakal, iman, amalan-amalan,
dan takwa.
Allah Subhanahu wata’ala memberitakan bahwa orang yang
bersabarlah yang akan mengambil manfaat dari ayat-ayat-Nya. Da memberitakan
juga bahwa kesabaran itu benar-benar sebuah keberuntunganbagi pemiliknya, dan
para malaikat mengucapkan salam kepada mereka di dalam surga karena kesabaran
mereka.”
✿ Kesabaran Sebagian Ulul ‘Azmi
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ
أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ ۚ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ
مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارٍ ۚ بَلَاغٌ ۚ فَهَلْ يُهْلَكُ
إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang
mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul. Janganlah kamu meminta disegerakan
(azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka
(merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari.
(Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang
fasik.” (al-Ahqaf: 35)
As-Sa’di rahimahumallah menjelaskan, “Kemudian Allah
Subhanahu wata’ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk bersabar dari gangguan
para pendusta dan penentang agar beliau terus mendakwahi mereka ke jalan Allah
Subhanahu wata’ala dan mengambil ibrah dengan kesabaran ulul azmi dari para
rasul—para pemimpin makhluk ini. Mereka adalah orang-orang yang memiliki azam
dan keinginan yang tinggi, kesabaran yang mendalam, keyakinan yang sempurna.
Mereka paling berhak untuk diteladani, diikuti langkahlangkahnya dan diterima
bimbingan mereka. Rasulullah n melaksanakan perintah Rabbnya, lalu bersabar
dengan kesabaran yang tidak pernah terwujud pada nabi dan rasul sebelum beliau.
Para
musuhnya melemparkan panahnya dari satu busur. Mereka bangkit untuk menghadapi
beliau dalam berdakwah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Mereka berbuat apa saja
yang bisa mereka lakukan sebagai bentuk permusuhan dan peperangan. Namun,
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa tabah melaksanakan perintah
Allah Subhanahu wata’ala, terus maju menghalau musuh-musuh Allah Subhanahu
wata’ala, bersabar menanggung beban gangguan hingga Allah Subhanahu wata’ala
mengokohkan beliau di muka bumi, memenangkan agamanya atas seluruh agama, dan
memenangkan umatnya atas seluruh umat. Shalawat dan salam atas beliau. Jangan
engkau tergesa-gesa terhadap para pendusta yang menantang azab Allah Subhanahu
wata’ala disegerakan.
Ini merupakan bukti kejahilan dan ketololan mereka.
Jangan pula sekali-kali engkau berputus asa karena kejahilan mereka. Jangan
pula permintaan mereka untuk disegerakannya azab Allah Subhanahu wata’ala
menyebabkanmu mendoakan kebinasaan mereka. Sesungguhnya apa yang pasti datang
itu adalah dekat.
Di saat mereka melihat apa yang telah dijanjikan, mereka
merasa tinggal di dunia ini hanyalah sesaat. Janganlah engkau sedih karena
bernikmat-nikmatnya mereka di dunia, padahal mereka sedang berjalan menuju azab
yang sangat pedih. Sementara itu, dunia ini, kenikmatan di dalamnya,
syahwat-syahwatnya, hanya sementara dan penghilang dahaga yang berkamuflase.
Kami telah jelaskan al-Qur’an yang agung ini dengan terang dan gamblang sebagai
bekal kalian (di dunia) serta sebagai bekal untuk ke negeri akhirat. Sebaik-baik
bekal adalah bekal yang akan menyampaikan ke negeri kenikmatan dan yang menjaga
dari azab yang pedih.
Sungguh, al-Qur’an merupakan sebaik-baik bekal bagi
setiap makhluk dan nikmat teragung yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala
kepada mereka. Tidaklah akan binasa dengan azab dan hukuman kecuali orang-orang
fasik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki kebaikan. Mereka telah keluar dari
ketaatan kepada Rabb mereka dan tidak mau menerima kebenaran yang dibawa oleh
para rasul. Allah Subhanahu wata’ala telah memberikan uzur kepada mereka dan
memberikan peringatan, namun setelah itu mereka terus-menerus berada dalam
pendustaan dan kekafiran. Kita meminta dari Allah Subhanahu wata’ala
perlindungan.” (Lihat Tafsir as-Sa’di hlm. 729)
✿ Kesabaran Nabi Nuh ‘Alaihissalam
Allah
Subhanahu wata’ala banyak bercerita di dalam al-Qur’an tentang kepribadian Nabi
Nuh’Alaihissalam sebagai rasul pertama kali di muka bumi ini. Ayat-ayat
tersebut menggambarkan kepribadian yang tangguh, kesabaran yang tinggi,
semangat yang kuat, dan tawakal kepada Allah Subhanahu wata’ala. Umur panjang
yang dianugerahkan oleh Allah Shallallahu ‘alaihi wasallam, 950 tahun,
dipergunakan untuk melaksanakan tugas-tugas yangsuci, siang dan malam tanpa
rasa lelah dan bosan.
Di sisi lain, keluarga beliau, yaitu istri dan anak,
bangkit melakukan manuver-manuver penentangan dan pembangkangan terhadap segala
yang dibawanya. Begitu pula mayoritas kaum beliau, menentang seruan beliau.
Yang ada hanya kesedihan dan pasrah atas semuanya itu. Sebab, apa yang bisa
diperbuat tatkala keputusan Allah Subhanahu wata’ala berbeda dengan keinginan diri. Beban derita
yang didapatinya dalam mengemban amanat Allah Subhanahu wata’ala tidak
menyebabkan beliau putus asa dalam tugas yang berat itu. Justru sebaliknya, hal
itu menambah keyakinan dan semangat beliau akan datangnya pertolongan Allah
Subhanahu wata’ala. Beragam ejekan, olokan, dan cemoohan kaumnya datang silih
berganti, namun tidak menggoyahkan beliau sedikit pun. Kegigihan beliau
berdakwah kepada Allah Subhanahu wata’ala dan kesabaran menanggung beban derita
di jalan dakwah tidak menjadi penghalang beliau untuk menegakkan amar ma’ruf
nahi mungkar.
✿ Kesabaran Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam
Nabi Ibrahim
‘Alaihissalam adalah sosok nabi yang tabah dan sabar. Hal itu tergambar dalam
sirah (sejarah) hidupnya yang diceritakan oleh Allah Subhanahu wata’ala di
dalam al-Qur’an.
Tatkala bertambah umur dan belum dikaruniai keturunan,
beliau bermunajat kepada Allah Subhanahu wata’ala agar mendapatkan keturunan. Allah Subhanahu
wata’ala mendengar dan mengabulkan permintaannya. Tatkala si buah hati tumbuh
berkembang hingga menjadi dewasa, Allah Subhanahu wata’ala menguji beliau.
Allah perintahkan si buah hati yang diidam-idamkannya disembelih. Bagaimanakah
beliau menyikapi perintah tersebut?
Ternyata, perintah itu sedikit pun tidak
menggoyahkan keimanan beliau kepada Allah Subhanahu wata’ala, tidak melemahkan
dan menodai cintanya kepada Allah Subhanahu wata’ala. Perintah itu beliau
junjung tinggi dan laksanakan tanpa keraguan sedikit pun. Sungguh, sangat berat
ujian menimpa beliau. Beliau lulus dan berhasil menjalani ujian tersebut.
Itulah akhir bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah Subhanahu wata’ala
menguji beliau dengan kekafiran sang bapak dan penentangan kaumnya yang sangat
besar. Beliau menghadapi semuanya dengan penuh keberanian, kesabaran,
ketabahan, dan tawakal yang tinggi kepada Allah Subhanahu wata’ala. Sang bapak
mengancam untukmerajam dan mengusirnya jika tidak berhenti dari seruannya.
Kaumnya sendiri dengan angkara murka mengobarkan api menggunung untuk
membakarnya. Semua itu tidak menjadikan beliau berhenti mengingkari kemungkaran
dan menyeru kepada kebaikan.
✿ Kesabaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam
Beliau adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah
Subhanahu wata’ala. Beliau adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelah
beliau. Allah Subhanahu wata’ala menyempurnakan agama-Nya dengan pengutusan
beliau sekaligus sebagai penyempurna atas agama yang lain. Nasib beliau dalam
dakwah tidaklah berbeda dengan para rasul sebelumnya. Bahkan, beliau
mendapatkan ujian yang lebih berat dibandingkan dengan para nabi dan rasul
sebelum beliau. Orang yang pernah membaca sirah beliau pasti mengetahuinya.
Siang
dan malam, tanpa rasa lelah dan bosan beliau menyeru umatnya untuk menyembah
Allah Subhanahu wata’ala semata. Keluarga terdekat beliau bangkit menghadang
dakwahnya. Celaan dan caci makian bertubi-tubi datang dengan berbagai bentuk.
Bahkan, tindak kekerasan dan ancaman kerap menimpa beliau. Sekali lagi,
kemenangan bagi hamba-Nya yang bertakwa. Semuanya tidak menjadikan beliau takut
untuk menyuarakan wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala.
Sa’ad bin Abi Waqqash
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasululah, siapakah orang yang paling berat
ujiannya?” Beliau menjawab, “Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian
setelah mereka, kemudian setelah mereka dari kalangan manusia. Seseorang akan
diuji sesuai dengan agamanya. Jika agamanya kokoh, bertambahlah ujian itu. Jika
pada agamanya kelemahan, dikurangi ujiannya. Terus-menerus ujian itu menyertai
seorang hamba sampai dia berjalan di muka bumi ini tanpa membawa kesalahan.” (
HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan selain mereka, dinyatakan sahih oleh asy-
Syaikh al-Albani di dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 143)
✿ Contoh Ujian
yang Menimpa Ulama
Umat Rasulullah adalah umat terbaik di tengah umat-umat
yang ada. Mereka umat terakhir, namun menjadi umat yang pertama kelak di
akhirat, sebagaimana halnya nabi dan rasul mereka adalah yang terbaik dan imam
para rasul. Kemurnian dan kesempurnaan agama yang dibawa oleh beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam dijaga dan dipelihara oleh Allah Subhanahu
wata’ala sampai akhir zaman. Allah Subhanahu wata’ala membangkitkan tokoh umat
ini sebagai tentara-Nya untuk mengawal dan menjaga kesempurnaan serta kemurnian
agama-Nya. Dia membangkitkan para mujaddid yang akan melakukan pembaruan
terhadap syariat Allah Subhanahu wata’ala yang telah dirusak, dinodai,
dikotori, dan dimatikan.
Tepatnya pada abad ke-3 H, Allah Subhanahu wata’ala
memunculkan sederetan mujaddid dan mujtahid, di antaranya al-Imam Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal bin Hilal Abu Abdillah. Beliau harus berhadapan dengan tiga
penguasa bani Abbasiah yang telah terperosok ke jurang kesesatan, yaitu
pemahaman bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Tiga pengausa itu adalah al- Ma’mun,
al-Mu’tashim, dan al-Watsiq. Al-Baihaqi berkata, “Tidak ada khalifah sebelumnya
(al-Ma’mun) kecuali berada di atas mazhab dan manhaj salaf.” Hidup di bawah
kekuasaan mereka, al-Imam Ahmad rahimahumallah mendapatkan teror, ancaman, dan
penyiksaan.
Mereka memaksa agar al-Imam Ahmad mau mengikrarkan, “Al-Qur’an
itu makhluk.” Al-Imam Ahmad rahimahumallah kokoh dalam prinsip, “Al-Qur’an
adalah kalamullah bukan makhluk.” Beliau tampil menghadapi ancaman tanpa rasa
gentar dan takut, bagaikan kokohnya gunung batu yang menjulang tinggi. Bak
pohon yang akarnya kokoh menancap di bumi, tidak diombang-ambingkan oleh badai.
Bagaikan karang menggunung di lautan, tidak tergoyahkan oleh ombak yang
dahsyat.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahumallah dalam kitab beliau al-Bidayah wa
an-Nihayah (14/396—399) menceritakan perjalanan pahit hidup al-Imam Ahmad di
bawah tekanan tiga penguasa bani Abbasiah tersebut. Semuanya menunjukkan tanda
kebesaran Allah Subhanahu wata’ala di
umat ini dan akhir yang baik bersama orang-orang yang bertakwa. Allah Subhanahu
wata’ala menjadi saksi. Ulamaulama di masa al-Imam Ahmad rahimahumallah, serta
umat ini turut menyaksikan kekokohan, kekuatan, kesabaran, keberanian,
kecerdasan, keilmuan, kezuhudan, ketakwaan, ketawadhuan, serta berbagai sifat
agung dan mulia lainnya. Kesabaran beliau menanggung beban hidup dalam
memperjuangkan kebenaran tidak menghalangi beliau untuk menegakkan amar ma’ruf
nahi mungkar.
Wallahu a’lam
Source : http://asysyariah.com/akidah-sabar-tidak-berarti-diam-dari-kemungkaran/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Untaian Nasehat Untukmu. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar