
Oleh : Abu Ibrahim Abdullah
Terlalu
banyak realita yang telah ku lihat, berita yang telah ku dengar, sebuah
kesedihan yang mendalam, sebuah kesengsaraan dalam hidup yang justru dilakukan
oleh orang-orang yang mencintainnya. Dilatarbelakangi karena jauhnya dari
ilmu syar’i, dibungkus dengan hawa nafsu dan dipoles dengan pola pikir yang
keliru akhirnya berujung pada menyengsarakan orang-orang yang dicintainya
bahkan buah hatinya sendiri tanpa disadari. Sepenggal cerita dibawah ini,
semoga mewakili dari sekian banyak orang yang mengalaminya.
Sebuah kisah
tentang seorang anak perempuan yang melaknat ayah kandungnya sendiri,
dikarenakan ayahnya melarangnya untuk menikah, memiliki keturunan yang baik –
baik dan menjaga kemaluannya dengan menikah. Berbagai alasan
dikemukakan sang ayah, mulai dari alasan fisik sang laki-laki yang ingin
menikahi, alasan status sosial dan alasan lainnya. Sampai akhirnya anak
perempuannya tersebut semakin tua dan tidak menikah.
Menjelang ajalnya, sang
ayah meminta anak perempuannya untuk memaafkannya, namun sang anak
mengatakan “Aku tidak mau memaafkan ayah yang telah membuatku menderita
dan menyesal. Ayah yang telah menghalangiku dari hakku dalam hidup ini. Untuk
apa aku menggantungkan segudang ijazah dan sertifikat di dinding rumah yang
tidak akan pernah dilalui seorang bocah pun? Untuk apa ijazah dan gelar
menemani tidurku dipembaringan, sementara aku tidak menyusui seorang bayipun
dan tidak mendekapnya dipelukkanku. Aku tidak bisa berbagi cerita kepada
laki-laki yang aku cintai dan sayangi, yang mencintai dan menyayangiku dan
cintanya tidak seperti cinta ayah. Pergilah dan sampai bertemu pada hari kiamat
nanti. Dihadapan Dzat Yang Maha Adil dan tidak pernah mendzalimi. Dzat yang
memutus segala perkara. Dan Dzat yang tidak merampas hak seorangpun! Aku tidak
akan pernah rela kepada ayah hingga tiba masa pertemuaan dihadapan Yang Maha
Bijaksana dan Maha Mengetahui.”
Atau Sebuah
akhir yang memilukan.
Seorang anak perempuan yang dihalangi ayahnya untuk
menikah karena ayahnya menolak ta’addud (poligami), setiap kali datang
kepadanya laki-laki yang ingin meminang putrinya, ia menolaknya, sampai
putrinya berumur 40 tahun. Kemudian, putrinya ditimpa penyakit kejiwaan akibat
sikapnya itu dan penyakitnya kian bertambah parah sehingga dirawat dirumah
sakit. Ketika menjelang wafat, ayahnya mengunjunginya. Dia berkata kepada
ayahnya, “ Mendekatlah kepadaku, mendekatlah,” ia berkata lagi, “kemarilah
lebih mendekat.” Ayahnya mendekat. Kemudian, ia berkata kepada ayahnya,
“katakan amin”, ayahnya berkata “amin”, Kemudian untuk kedua kalinya ia
berkata, “katakan amin”, ayahnya berkata “amin”, Lalu ia berkata kepada
ayahnya, “semoga Allah menghalangimu dari surga sebagaimana kamu telah menghalangiku
dari menikah dan mendapatkan anak.” Setalah itu ia wafat
Tak bisa
ku bayangkan kesedihan dan penderitaan mereka, yang membuat hati ini pilu jika
mendengar, melihat kisah dan kehidupan mereka.
Tak tahu apa yang harus
ku ketik pada kertas ini kecuali sebuah ayat yang semoga meyadarkan kita semua
terutama para wali dari para wanita yang berada dibawah kewaliannya.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ
النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنكِحْنَ
أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى
لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“ Apabila kamu mentalak (mencerai)
isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para
wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan bakal suaminya, apabila telah
terdapat kerelaan diantara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang
dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan
hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al
Baqarah : 232)
Sebuah ayat yang menjelaskan kepada kita semua, tentang
tidak bolehnya seorang wali menghalang – halangi untuk menikahkan orang yang
berada dibawah kewaliannya, jika mereka telah saling ridho tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syariat islam. Dari mulai alasan calon suaminya belum mapan,
atau alasan agar putrinya menyelesaikan studinya dulu atau meniti karirnya
dulu, atau karena alasan adat dan uang atau karena alasan mahar sampai pada
alasan tidak mau putrinya dipoligami.
Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As
Sa’di Rahimahullah : “ Pembicaraan ayat ini kepada
para waIi dari perempuan yang dicerai dengan perceraian yang bukan perceraian
yang ketiga apabila telah habis masa iddah. Dan mantan suaminya menginginkan
untuk menikahinya kembali dan perempuannya ridho dengan hal itu. Maka tidak
boleh walinya melarang untuk menikahkannya karena marah atas laki-laki
tersebut, atau tidak suka dengan perbuatannya karena perceraian yang pertama”(Taisirul
Karimir Rahman, pada ayat ini)
Berkata Ibnu Katsier Rahimahullah:
( ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ
بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ : Itulah
yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah
dan hari kemudian ) Maksudnya
inilah yang Kami (Allah) larang, yaitu tindakan para wali yang menghalangi
pernikahan wanita dengan calon suaminya, jika masing-masing dari keduanya sudah
saling meridhai dengan cara yang ma’ruf, hendaknya ditaati, diperhatikan dan
diikuti” (Tafsir Ibnu Katsier pada ayat ini)
Ku hanya ingin
mengatakan kepada para wali bertakwalah kepada Allah, takutlah kalian kepada
Allah atas perbuatan kalian dari menghalangi untuk menikahkan wanita –
wanita yang berada dibawah kewalian kalian tanpa alasan yang dibenarkan dalam
agama ini. Karena hal itu adalah sebuah tindakan kedzaliman atas mereka.
Apakah
kalian rela mempertaruhkan kebahagian putri-putri kalian hanya
karena uang, studi disekolah – sekolah ikhtilat, karir, adat
atau perkara lainnya sehingga menghalangi putri-putri kalian menikah
dengan laki-laki sholeh pilihannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Untaian Nasehat Untukmu. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar