بسم الله الرّحمن الرّحيم
Oleh : Abu
Ibrahim ‘Abdullah Bin Mudakir
Terkadang
ketika seseorang sudah ingin menikah banyak hal yang tidak ia perhatikan
sebelum memutuskan untuk maju dalam sebuah proses mengkhitbah atau melamar.
Apalagi jika seseorang belum terlalu mengenal calon yang ada di hadapannya.
Yang saya maksud di sini adalah seorang harus benar-benar berusaha untuk
mencari tahu informasi yang cukup tentang calonnya. Sehingga ketika ia
memutuskan untuk maju atau mundur di atas kejelasan dari informasi yang benar.
Dalam perkara ini manusia terbagi tiga kelompok :
- Kelompok yang berlebih-lebihan, sehingga menerjang yang haram dengan dalih
ingin mengenal lebih jauh tentang calonnya. Sehingga terjatuhlah dia kepada
perkara yang haram, seperti pacaran, jalan bareng, berduaan dan perkara yang
haram lainnya. Yang itu semua bukanlah jalan menuju untuk seseorang mengenal
calonnya.
- Kelompok yang meremehkan, hal ini
kebanyakan didasari karena ketidaktahuan dalam masalah ini sehingga banyak yang
dikemudian hari yang menyesal. Baik karena masalah fisiknya atau agamanya.
- Kelompok yang ketiga yang berada di tengah-tengah, yang mereka terbimbing
dengan ilmu, tidak berlebihan dan juga tidak meremehkan. Mereka berusaha
mencari tahu tentang agama, sifat, tabiat dan akhlaq calonnya dengan cara-cara
yang dibolehkan secara syar’i. Dan tidak “melewatkan” untuk melihat (nadhor)
calonnya sebelum melamar.
Di antaranya
perkara-perkara yang perlu diperhatikan sebelum anda melangkah adalah seperti
apa yang akan saya sebutkan di bawah ini.
Pertama : Pastikan anda benar-benar tahu tentang agama dan fisik akhwat
yang ingin anda lamar supaya anda tidak menyesal di kemudian hari.
Agama adalah perkara yang sangat penting ketika seseorang ingin
memilih pasangan hidupnya. Maka seseorang harus benar-benar mencari tahu
tentang agamanya, apakah agamanya benar-benar baik, sejauh mana dia
melaksanakan perkara-perkara yang Allah wajibkan seperti shalat lima waktu,
puasa dan kewajiban yang lainnya. Atau sejauh mana dia semangat dalam menutut
ilmu, ke mana ia belajar menuntut ilmu, sudah berapa lama ia mengenal dakwah
yang haq ini (salafi -ed), dan seterusnya dari hal-hal yang dapat kita gunakan
untuk menyimpulkan baik dan tidaknya agama dan manhaj seseorang. Begitu juga
tentang wajah atau fisiknya, sudahkah anda mengutus orang yang anda percaya
untuk melihatnya atau sudahkah anda melihatnya (nadhor). Dan hal-hal yang lain
yang anda harus perhatikan. Terutama kebenaran informasi yang anda dapatkan dan
sumber informasi yang memberikan informasi kepada anda.
Tanyakan kepada sumber
infomasi atau wasilah anda, maaf umm (sesama akhwat) atau maaf akh (sesama
ikhwan) antm mengenalnya sudah berapa lama, kenalnya atau ketemunya hanya
sebatas di tempat ta’lim atau lebih dari itu, tanyakan lagi apakah anda pernah
tinggal satu pondok atau satu rumah atau kos-kosan dengannya dan
pertanyaan – pertanyaan yang lainnya. Yang mana dari jawaban
pertanyaan-pertanyaan tersebut, anda akan mengetahui sejauh mana pemberi
informasi atau comblang mengenalnya. Ketika si pemberi informasi mengatakan
orangnya baik agamanya dan anda tahu dia mengenal calon anda hanya sebatas
ketemu di tempat ta’lim dan moment-moment tertentu maka anda bisa menilai
kualitas kebenaran penilainnya tentang calon anda, dan begitu seterusnya. Tentu
berbeda ketika ada dua sumber informasi misalnya, keduanya sama-sama baru dua
tahun mengenalnya, akan tetapi yang satu hanya sebatas ketemu di tempat ta’lim
dan moment-moment tertentu dan yang satunya lagi pernah hidup bersamanya di
satu pondok yang dari bangun hingga mau tidur ia bertemu dengannya. Tentu
kualitas dan sejauh mana kebenaran penilaian keduanyanya berbeda, walaupun
sama-sama mengatakan baik agamanya. Kalau ternyata sumber informasi yang
pertama yang hanya sebatas ketemu di tempat ta’lim mengatakan baik agamanya akan
tetapi sumber informasi yang satu yang pernah hidup sepondok dengannya
mengatakan tidak baik akhlaqnya. Maka anda bisa membandingkan mana yang lebih
mendekati kebenaran dari kedua sumber informasi tersebut. Perhatikalah hal ini
wahai saudaraku. Termasuk juga tentang keilmuan dan pemahaman agama sumber
informasi anda. Karena pemahaman agama seseorang mempengaruhi cara menilai
seseorang. Barakallahu
fikum.
Ada sebuah kisah yang menarik yang terkait dengan apa yang
saya utarakan, semoga menjadi ibrah (pelajaran) bagi kita semua.
Ada seorang
akhwat yang “menggugat” comblangnya yang bergelar LC dari Madinah (1) karena si
akhwat merasa informasi yang didapatkan tentang baiknya agama suaminya ketika
proses dulu tidak sesuai dengan kenyataan.
Wallahu ta’ala a’lam tentang apa sebenarnya
permasalahannya, kemungkinan masalahnya adalah di antara apa yang telah saya
utarakan di atas.
Inti yang ingin saya utarakan di sini adalah ketika seseorang
ingin maju atau mundur dalam sebuah proses benar-benar di atas kejelasan informasi
yang cukup tentang agama dan fisiknya.
Kedua : Teliti kembali kebenaran informasi yang anda dapatkan.
Aku teringat seorang suami yang mengeluh kepada istrinya tentang
banyak informasi yang tak sesuai ketika dalam proses mereka berdua.
Istrinya menjawab, dulu ketika wasilahnya ditanya, afwan umm ikhwannya tanya
apa, wasilahnya menjawab (karena merasa sangat kenal dengannya), “Sudah gampang
biar nanti saya yang ngasih tahu informasi tentang anti (kamu).” Kesalahan dari
seorang wasilah (comblang) dengan tidak mengecek lagi kebenaran informasi yang
ia sampaikan terkadang sangat fatal akibatnya. Tergantung sebesar apa informasi
yang ia sampaikan menjadi sebab maju atau mundurnya seseorang dalam sebuah
proses.
Kalau seseorang tidak mengecek dan meneliti kembali informasi yang ia
dapatkan, maka kesalahan wasilahnya akan berimbas buruk kepadanya.
Tapi harus
diingat dengan cara yang baik atau dari jalan yang lain. Karena setiap wasilah
(perantara/comblang) mempunyai aktivitas dan kesibukan yang berbeda-beda.
Mereka membantu seseorang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Dan jangan
lupa di antara akhlak yang baik adalah kita mengetahui kebaikan dan
membalas kebaikan orang yang berbuat baik kepada kita - ya Allah
mudahkanlah kami untuk mebalas kebaikkan orang yang berbuat baik kepada kami –
Amin.
Ketiga : Jangan lupa untuk
meminta pertimbangan kepada orang yang berilmu (musyawarah) tentang hal ini,
terkhusus ilmu yang berkaitan dengan apa yang kita bahas di dalam tema ini.
Mungkin anda melihat sesuatu tentang calon anda, baik itu yang sifatnya
penilaian yang baik atau sebaliknya. Atau mungkin anda menilai sebaiknya tetap
meneruskan proses yang sedang anda jalani atau malah sebaliknya. Atau anda
merasa sampai di sini saja prosesnya karena mendapatkan ganjalan di tengah
jalan dan dari perkara-perkara yang semisalnya. Tetapi justru setelah anda
meminta pertimbangan orang yang memiliki ilmu dalam masalah ini anda
mendapatkan jawaban, saran atau solusi yang menyelisihi kesimpulan anda untuk
maju atau mundur, meneruskan atau cukup sampai di sini saja. Perhatiakanlah hal
ini wahai saudaraku.
Itulah keutamaan orang yang berilmu bisa melihat apa yang
tidak kita lihat disebabkan ilmunya. Sehingga ia bisa memberikan pengarahan
yang baik kepada anda. Ketimbang anda tidak meminta pertimbangan kepada orang
yang berilmu.
Allah ‘Azza
wa Jalla berfirman :
وَأَمْرُهُمْ شُورَى
بَيْنَهُمْ
“Sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Qs. Asy-Syura : 38)
Keempat : Berdoa kepada Allah.
Berdoa kepada Allah adalah sebuah ibadah yang sangat agung, sebab yang
besar seseorang meraih apa yang ia inginkan.
Allah Ta’aala berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“ Dan apabila hamba – hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (Qs.
al-Baqarah : 186)
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“ Dan Rabbmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu.” (Qs. al-Mukmin : 60)
Maka jangan lupakan berdoa, agar Allah memberi kemudahan kepada urusan
kita.
Kelima : Jangan lupa shalat
istikharah, kita serahkan urusannya sama Allah dengan disertai usaha yang
maksimal
Kebutuhan kita kepada Allah sangatlah besar di antaranya dengan
melaksanakan shalat istikharah. Ketika seorang hamba melakukannya menunjukkan
kepercayaannya yang kuat kepada Allah, dan keterkaitan hatinya dengan apa yang
ada di sisi-Nya serta ridha dengan segala keputusan-Nya.
Dari Jabir Radiyallahu ‘anhu menuturkan : “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari kami
istikharah di dalam segala urusan kami, sebagaimana mengajari kami surat di
dalam al-Qur’an, yaitu beliau bersabda : ‘Bila salah seorang di antara kalian
mempunyai urusan maka shalatlah dua rakaat, lalu berdoalah : ‘Ya Allah, saya
meminta dengan ilmu yang ada pada-Mu, pilihan yang terbaik bagiku, saya minta
ditetapkannya urusanku ini, sesuai kehendak-Mu, saya memohon karunia-Mu yang
Agung. Karena Engkaulah yang menetapkan sedang saya tidak bisa menetapkan.
Engkau yang tahu sedang saya tidak tahu, Engkaulah yang Maha Tahu, tentang
perkara-perkara ghaib. Wahai Allah, bila menurut-Mu urusan ini baik bagi
diriku, agamaku, penghidupanku, dan juga baik akibat-akibatnya, (dalam riwayat
lain disebutkan : di masa sekarang atau di kemudian hari) maka tetapkanlah hal
itu untukku. Namun, bila menurut-Mu urusan ini jelek bagi diriku,
agamaku, penghidupanku, dan juga jelek akibat-akibatnya, (dalam riwayat lain
disebutkan : di masa sekarang atau di kemudian hari) maka jauhkanlah hal itu
dariku dan jauhkanlah aku dari hal itu. Tetapkanlah selalu kebaikkan untukku
apapun keadaannya, lalu jadikanlah aku ridha kepadanya. Setelah membaca doa itu
hendaklah ia menyebutkan keperluannya.’” (HR. Bukhari).
Itulah di antara
perkara yang harus diperhatikan ketika seseorang ingin melanjutkan proses yang
sedang ia jalani. Semoga Allah memudahkan urusan kita semua. wa’allahu a’lam
bis shawwab
footnote :
(1) Bukan ustadz kita. Istri comblang itu sendiri yang
pernah bilang sama seorang akhwat, kemudian akhwatnya cerita sama istri ana.
0 komentar:
Posting Komentar