بسم الله الرّحمن الرّحيم
Asy Syaikh Al Allamah Shalih Al Fauzan
Hafidzahullah
Islam adalah agama
yang universal. Agama yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Tidak ada satu
persoalan pun dalam kehidupan ini, melainkan telah dijelaskan. Dan tidak ada
satu masalah pun, melainkan telah tersentuh oleh nilai Islam, kendati masalah
tersebut nampak ringan dan sepele. Itulah Islam, agama yang menebar rahmat bagi
semesta alam.
Dalam hal pernikahan, Islam telah berbicara banyak. Dari sejak
mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana cara berinteraksi
dengannya tatkala resmi menjadi penyejuk hati. Islam memberikan tuntunan,
begitu pula Islam mengarahkan bagaimana panduan menyelenggarakan sebuah pesta
pernikahan yang suka ria, namun tetap memperoleh berkah dan tidak menyelisihi
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian pula
dengan pernikahan yang sederhana namun tetap ada daya tarik tersendiri. Maka
Islam mengajarkannya.
Namun buku ini sebatas membahas tentang manfaat
menikah, hal-hal yang berkenaan tentang khitbah (meminang), akad nikah,
rukun-rukun, dan syarat-syarat serta pembahasan tentang pesta perkawinan
atau walimatul ‘ursy. Semoga kita bisa mengambil manfaat dari
pembahasan tersebut.
♥ Manfaat Menikah
Nikah memiliki manfaat yang
sangat besar, di antaranya sebagai berikut:
- 1. Tetap terpeliharanya jalur
keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum muslimin dan menjadikan orang kafir
gentar dengan adanya generasi penerus yang berjihad di jalan Allah dan membela
agamanya.
- 2. Menjaga kehormatan dan kemaluan dari perbuatan zina yang
diharamkan lagi merusak tatanan masyarakat.
- 3. Terealisasinya kepemimpinan
suami atas istri dalam hal memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya. Allah Berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا
مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
- 4. Memperoleh ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan
istri serta ketenteraman jiwa mereka
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ
لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ
مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram fdhfashjhrptpg'[0nkepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda tanda bagikaum yang berfikir”.
- 5. Membentengi masyarakat dari prilaku yang keji yang dapat
menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.
- 6. Terpeliharanya nasab
dan jalinan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya serta terbentuknya
keluarga yang mulia lagi penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong
dalam kebenaran.
- 7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan bak binatang
menjadi kehidupan manusiawi yang mulia
Dan masih banyak manfaat besar
lainnya dengan adanya pernikahan yang syar’i, mulia dan bersih yang tegak
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Menikah adalah ikatan syar’i yang
menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana sabda
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Berwasiatlah
tentang kebaikan kepada para wanita, sesungguhnya mereka bagaikan tawanan di
sisi kalian. Kalian telah menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah (akad
nikah)”.
Akad nikah adalah ikatan yang kuat antara suami dan istri. Allah
Berfirman:
وَ أَخَذْنَ مِنْكُمْ ميثاقاً غَليظاً
“Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
(An
Nisa’ : 21).
Yaitu akad (perjanjian) yang mengharuskan bagi pasangan suami
istri untuk melaksanakan janjinya.
Allah Berfirman:
يا أَيُّهَا الَّذينَ
آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.
(QS. Al-Maidah : 1)
♥ Khitbah
(Meminang)
Rasulullah bersabda:
“Apabila seorang diantara kalian
mengkhitbah (meminang) seorang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang
mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah”.
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dalam
hadits lain:
“Lihatlah dia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan
diantara kalian berdua”.
(HR. AtTirmidzi, 1087)
Hadits tersebut
menunjukkan bolehnya melihat apa yang lazimnya nampak pada wanita yang dipinang
tanpa sepengetahuannya dan tanpa berkhalwat (berduaan) dengannya.
Para ulama
berkata: “Dibolehkan bagi orang yang hendak meminang seorang wanita
yang kemungkinan besar pinangannya diterima, untuk melihat apa yang lazimnya
nampak dengan tidak berkholwat (berduaan) jika aman dari fitnah”.
Dalam
hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku
(berkeinginan) melamar seorang gadis lalu aku bersembunyi untuk melihatnya
sehingga aku bisa melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu
aku menikahinya”. (HR. Abu Dawud, no. 2082).
Hadits ini
menunjukkan bahwa Jabir tidak berduaan dengan wanita tersebut dan si wanita
tidak mengetahui kalau dia dilihat oleh Jabir. Dan tidaklah terlihat dari
wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh
(keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar pinangannya diterima.
Jika kesulitan untuk melihatnya, bisa mengutus wanita yang dipercaya untuk
melihat wanita yang dipinang kemudian menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.
Berdasarkan
apa yang diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus
Ummu Sulaim untuk melihat seorang wanita (HR. Ahmad).
Barangsiapa yang
diminta untuk menjelaskan kondisi peminang atau yang dipinang, wajib baginya
untuk menyebutkan apa yang ada padanya dari kekurangan atau hal lainnya, dan
itu bukan termasuk ghibah.
Dan diharamkan meminang dengan ungkapan yang
jelas (tashrih) kepada wanita yang sedang dalam masa ‘iddah (masa tunggu, yang
tidak bisa diruju’ oleh suami atau ditinggal mati suaminya, pent). Seperti
ungkapan: “Saya ingin menikahi Anda”.Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
فِيْمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ
“Dan
tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran”
(QS.
2: 235)
Dan dibolehkan sindiran dalam meminang wanita yang sedang dalam masa
‘iddah. Misalnya dengan ungkapan: “Sungguh aku sangat tertarik dengan
wanita yang seperti anda” atau “Dirimu selalu ada dalam
jiwaku”.
Ayat tersebut menunjukkan haramnya tashrih, seperti ungkapan: “Saya
ingin menikahi anda” karena tashrih tidak ada kemungkinan lain kecuali
nikah. Maka tidak boleh memberi harapan penuh sebelum habis masa ‘iddahnya.
Diharamkan
meminang wanita pinangan saudara muslim lainnya. Barangsiapa yang meminang
seorang wanita dan diterima pinangannya, maka diharamkan bagi orang lain untuk
meminang wanita tersebut sampai dia diijinkan atau telah ditinggalkan.
Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah
seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia
menikah atau telah meninggalkannya”. (HR. Al-Bukhari dan Nasa’i).
Dalam
riwayat Muslim: “Tidak halal seorang mukmin meminang wanita yang telah
dipinang saudaranya hingga dia meninggalkannya”. Dalam hadits Ibnu ‘Umar:“Janganlah
kalian meminang wanita yang telah dipinang saudaranya”. (Muttafaqun
‘alaih). Dalam riwayat Bukhari: “Janganlah seorang laki-laki meminang
di atas pinangan laki-laki lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau
dengan seijinnya”.
Hadits-hadits tersebut menunjukkan atas haramnya
pinangan seorang muslim di atas pinangan saudaranya, karena hal itu menyakiti
peminang yang pertama dan menyebabkan permusuhan diantara manusia dan melanggar
hak-hak mereka. Jika peminang pertama sudah ditolak atau peminang kedua
diijinkan atau dia sudah meninggalkan wanita tersebut, maka boleh bagi peminang
kedua untuk meminang wanita tersebut. Sesuai dengan sabda Nabi sallallahu
‘alaihi wa sallam: “Hingga dia diijinkan atau telah ditinggalkan”. Dan
ini termasuk kehormatan seorang muslim dan haram untuk merusak kehormatannya.
Sebagian
orang tidak peduli dengan hal ini, dia maju untuk meminang seorang wanita
padahal dia mengetahui sudah ada yang mendahului meminangnya dan telah diterima
oleh wanita tersebut. Kemudian dia melanggar hak saudaranya dan merusak
pinangan saudaranya yang telah diterima. Hal ini adalah perbuatan yang sangat
diharamkan dan pantas bagi orang yang maju untuk mengkhitbah wanita yang telah
didahului oleh saudaranya ini untuk tidak diterima dan dihukum, juga mendapat
dosa yang sangat besar.
Maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan
masalah ini dan menjaga hak saudaranya sesama muslim. Sesungguhnya sangat besar
hak seorang muslim atas saudara muslim lainnya. Janganlah meminang wanita yang
sudah dipinang saudaranya dan jangan membeli barang yang dalam tawaran
saudaranya dan jangan menyakiti saudaranya dengan segala bentuk hal yang
menyakitkan.
♥ Akad Nikah, Rukun dan Syarat-Syaratnya
Disunnahkan
ketika hendak akad nikah, memulai dengan khutbah sebelumnya yang disebut
khutbah Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu (khutbatul hajjah) yang
disampaikan oleh calon mempelai pria atau orang lain diantara para hadirin. Dan
lafadznya sebagai berikut :
“Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami
memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta kami berlindung kepada
Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal usaha kami. Barangsiapa yang
diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan
barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak yang berhak diibadahi melainkan Allah
semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya”. (HR. Imam yang lima dan At-Tirmidzi menghasankan hadits
ini).
Setelah itu membaca tiga Ayat Al-Qur’an berikut ini:
يا أَيُّهَا الَّذينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.
(QS.
Ali ‘Imran: 102).
يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذي
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ واحِدَةٍ وَ خَلَقَ مِنْها زَوْجَها وَ بَثَّ مِنْهُما
رِجالاً كَثيراً وَ نِساءً وَ اتَّقُوا اللهَ الَّذي تَسائَلُونَ بِهِ وَ
الْأَرْحامَ إِنَّ اللهَ كانَ عَلَيْكُمْ رَقيباً
“Hai
sekalian manusia bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada
keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
(QS. An-Nisaa’:
1)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدً
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
yang besar”.
(QS. Al-Ahzab: 70-71).
♥ Adapun
rukun-rukun akad nikah ada 3, yaitu:
- 1. Adanya 2 calon pengantin yang
terbebas dari penghalang-penghalang sahnya nikah, misalnya: wanita tersebut
bukan termasuk orang yang diharamkan untuk dinikahi (mahram) baik karena
senasab, sepersusuan atau karena sedang dalam masa ‘iddah, atau sebab lain.
Juga tidak boleh jika calon mempelai laki-lakinya kafir sedangkan mempelai
wanita seorang muslimah. Dan sebabsebab lain dari penghalang-penghalang syar’i.
- 2.
Adanya ijab yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikannya
dengan mengatakan kepada calon mempelai pria: “Saya nikahkan kamu
dengan Fulanah”.
- 3. Adanya qobul yaitu lafadz yang diucapkan oleh calon
mempelai pria atau orang yang telah diberi ijin untuk mewakilinya dengan
mengucapkan : “Saya terima nikahnya”.
Syaikhul islam Ibnu
Taymiah dan muridnya, Ibnul Qoyyim, menguatkan pendapat bahwa nikah itu sah
dengan segala lafadz yang menunjukkan arti nikah, tidak terbatas hanya dengan
lafadz Ankahtuka atau Jawwaztuka.
Orang yang membatasi lafadz nikah dengan
Ankahtuka atau Jawwaztuka karena dua lafadz ini terdapat dalam Al-Qur’an.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فَلَمَّا قَضى زَيْدٌ
مِنْها وَطَراً زَوَّجْناكَها
“Maka tatkala Zaid
telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan
kamu dengan dia”
(QS. Al-Ahzab: 37)
Dan firman-Nya yang
lain:
وَلا تَنْكِحُوا ما نَكَحَ آباؤُكُمْ
“Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu”
(QS.
An-Nisa’:22)
Akan tetapi kejadian yang disebutkan dalam ayat tersebut tidak
berarti pembatasan dengan lafadz tersebut (tazwij atau nikah). Wallahu
A’lam. Dan akad nikah bagi orang yang bisu bisa dengan tulisan atau isyarat
yang dapat difahami. Apabila terjadi ijab dan qobul, maka sah-lah akad nikah
tersebut walaupun diucapkan dengan senda gurau tanpa bermaksud menikah (Jika
terpenuhi syarat dan tidak ada penghalang sah-nya akad, pent). Karena
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada 3
hal yang apabila dilakukan dengan main-main maka jadinya sungguhan dan jika
dilakukan dengan sungguh-sungguh maka jadinya pun sungguhan. Yaitu: talak,
nikah dan ruju’” (HR. Tirmidzi, no. 1184).
Adapun
syarat-syarat sahnya nikah ada 4, yaitu:
- 1. Menyebutkan secara jelas
(ta’yin) masing-masing kedua mempelai dan tidak cukup hanya mengatakan: “Saya
nikahkan kamu dengan anak saya” apabila mempunyai lebih dari satu anak
perempuan. Atau dengan mengatakan: “Saya nikahkan anak perempuan saya
dengan anak laki-laki anda” padahal ada lebih dari satu anak
lakilakinya. Ta’yin bisa dilakukan dengan menunjuk langsung kepada calon
mempelai, atau menyebutkan namanya, atau sifatnya yang dengan sifat itu bisa
dibedakan dengan yang lainnya.
- 2. Kerelaan kedua calon mempelai. Maka
tidak sah jika salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah, sebagaimana
hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:“Janda tidak boleh dinikahkan
sehingga dia diminta perintahnya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta
ijinnya”. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?”.
Beliau menjawab: “Bila ia diam”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kecuali jika mempelai wanita masih kecil yang
belum baligh maka walinya boleh menikahkan dia tanpa seijinnya.
- 3. Yang menikahkan mempelai wanita adalah
walinya. Berdasarkan sabda Rasulullahsallallahu ‘alaihi wa sallam:“Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya
wali” (HR. Imam yang lima kecuali Nasa’i).
Apabila seorang wanita menikahkan dirinya
sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu
merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam
berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya. Sebagaimana
firman Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada para
wali:
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu”.
(QS. An-Nuur: 32)
فَلاَ تَعْضُلُوْهُنَّ
“Maka janganlah kamu (para
wali) menghalangi mereka”.
(QS. Al-Baqoroh:
232)
dan Ayat-ayat yang lainnya.
Wali
bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya,
kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya yang laki-laki
kemudian cucu laki-laki dari anak lakilakinya terus ke bawah, lalu saudara
laki-laki sekandung, kemudian saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang
sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya,
kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya
seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia seorang
budak, pent), kemudian baru hakim sebagai walinya.
- 4. Adanya saksi dalam akad
nikah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir:
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang
wali dan dua orang saksi yang adil (baik agamanya, pent)”. (HR.
Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir
oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Maka tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya
dua orang saksi yang adil.
Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang
difahami oleh para sahabat Nabi dan para Tabi’in, dan para ulama setelah
mereka. Mereka berkata: “Tidak sah menikah tanpa ada saksi”. Dan tidak ada
perselisihan dalam masalah ini diantara mereka. Kecuali dari kalangan ahlu ilmi
muta’akhirin (belakangan)”.
♥ Walimatul ‘Urs (Pesta Perkawinan)
Walimah asalnya berarti sempurnanya sesuatu dan
berkumpulnya sesuatu. Dikatakan (Awlamar Rajulu) jika terkumpul padanya akhlak
dan kecerdasannya. Kemudian makna ini dipakai untuk penamaan acara makan-makan
dalam resepsi pernikahan disebabkan berkumpulnya mempelai lakilaki dan
perempuan dalam ikatan perkawinan. Dan tidak dinamakan walimah untuk selain
resepsi pernikahan dari segi bahasa dan istilah fuqoha (para ulama). Padahal
ada banyak jenis acara makan-makan yang dibuat dengan sebab-sebab tertentu,
tetapi masing-masing memiliki penamaan tersendiri.
Hukum walimatul ‘urs
adalah sunnah menurut jumhur ulama. Sebagian ulama mewajibkan walimah karena
adanya perintah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan
wajibnya memenuhi undangan walimah. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu ‘anhu ketika
dia mengkhabarkan bahwa dia telah menikah, “Adakanlah walimah walaupun
hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari dan Muslim).
Disamping
hal itu, walimah yang seperti di atas tidak lepas dari kejelekan dan
kesombongan serta berkumpulnya orang-orang yang biasanya tidak lepas dari
kemungkaran. Terkadang walimah ini dilakukan di hotel-hotel yang menyebabkan
para wanita tidak menghiraukan lagi pakaian yang menutup aurat, hilangnya rasa
malu, bercampurnya wanita dengan laki-laki yang bisa jadi hal ini sebagai
penyebab turunnya adzab yang besar dari Allah.
Terkadang juga diselingi dalam
pesta tersebut musik dan nyanyian yang menyenangkan para seniman, juga
fotografer untuk memotret para wanita dan kedua mempelai, disamping
menghabiskan harta yang banyak tanpa faedah bahkan dengan cara yang rusak dan
menyebabkan kerusakan. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai orang-orang yang
seperti ini dan takutlah terhadap adzab Allah.
Allah Berfirman:
وَ كَمْ أَهْلَكْنا مِنْ
قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعيشَتَها فَتِلْكَ مَساكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَنْ مِنْ
بَعْدِهِمْ إِلاَّ قَليلاً وَ كُنَّا نَحْنُ الْوارِثينَ
“Dan
berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah
bersenang-senang dalam kehidupannya”. (QS. Al-Qoshosh:
58)
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orangorang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A’raf: 31)
كُلُوْا وَ اشْرَبُوْا مِن
رِّزْقِ اللهِ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
“Makan
dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di
muka bumi dengan berbuat kerusakan” (QS.
Al-Baqoroh: 60)
Dan ayat-ayat yang berkaitan dengan ini sangat banyak dan
jelas.
Wajib bagi yang diundang untuk menghadiri walimatul ‘urs apabila
terpenuhi syarat-syarat berikut ini:
- 1. Walimah tersebut adalah walimah yang
pertama, jika walimahnya dilakukan berulangkali. Dan tidak wajib datang untuk
walimah yang selanjutnya, berdasarkan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa
sallam:
“Walimah pertama adalah hak, walimah kedua adalah baik, dan walimah
yang ketiga adalah riya’ dan sum’ah”. (HR. Abu Dawud dan yang
lainnya).
Syaikh Taqiyuddin berkata: “Diharamkan makan dan
menyembelih yang melebihi batas pada hari berikutnya meskipun sudah menjadi
kebiasaan masyarakat atau untuk membahagiakan keluarganya, dan pelakunya harus
diberi hukuman”.
- 2. Yang mengundang adalah seorang muslim.
- 3. Yang mengundang
bukan termasuk ahli maksiat yang terang-terangan melakukan kemaksiatannya, yang
mereka itu wajib dijauhi.
- 4. Undangannya tertuju kepadanya secara khusus,
bukan undangan umum.
- 5. Tidak ada kemungkaran dalam walimah tersebut
seperti adanya khamr (minuman keras), musik, nyanyian dan biduan, seperti yang
banyak terjadi dalam acara walimah sekarang.
Apabila terpenuhi syarat-syarat
tersebut, maka wajib memenuhi undangan walimah, sebagaimana sabda Nabi sallallahu
‘alaihi wa sallam:
“Sejelek-jelek makanan adalah hidangan walimah yang
orang-orang miskin tidak diundang tetapi orangorang yang kaya diundang.
(Meskipun demikian) barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah berarti
dia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Muslim).
Dan disunnahkan
untuk mengumumkan pernikahan dan menampakkannya sebagaimana sabda
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Umumkanlah acara
pernikahan”. Dan dalam riwayat lain: “Tampakkanlah acara
pernikahan” (HR. Ibnu Majah).
Disunnahkan pula menabuh rebana
sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Pembeda
antara nyanyian serta musik yang halal dan yang haram adalah nyanyian dan
rebana dalam acara pernikahan”. (HR. Nasa’i, Ahmad dan Tirmidzi. Dan
Tirmidzi menghasankannya).
Sumber: ahlussunnah.web.id
2 komentar:
artikelnya sangat bermanfaat.
souvenir gelas kediri
Bermanfaat sekali...
Posting Komentar