
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Sebagian dinding rumah itu nyaris rubuh. Dinding rumah
yang terbuat dari anyaman bambu itu tak lagi tegak. Keadaannya telah lama
miring. Rumah milik Suparjo, warga Dusun Muara Dua, Desa Panikel, Kecamatan
Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, telah lama mengenaskan keadaannya. Saat Majalah Asy-Syariah berkunjung,
Suparjo tengah merawat anaknya yang sakit. Suparjo, dalam usia 60 tahun lebih,
harus berjuang menghadapi kehidupan yang keras. Suparjo adalah salah satu sosok
mualaf di Kecamatan Kampung Laut. Saat belum menemukan cahaya.
Islam, ia
banyak mengajak warga Kampung Laut memeluk Katolik. Ia termasuk orang
kepercayaan Charles Patrick Edward Burrows, pastor Paroki St. Stephanus
Cilacap, Jawa Tengah. Baginya, Kampung laut, terkhusus Dusun Muara Dua, Desa
Panikel, adalah wilayah jelajah pengembangan misinya. Kini, setelah cahaya
Islam menembus kalbunya, Suparjo berusaha mengislamkan kembali orang-orang yang
dahulu diajaknya memeluk Katolik. “Kini, kegiatan gereja Katolik di Muara Dua
diisi jamaah dari luar daerah,” kata Suparjo. “Pihak paroki mendatangkan jamaah
dari luar daerah dengan kendaraan,” katanya menekankan.
Keadaan masyarakat
Kampung Laut yang banyak dililit kemiskinan menjadi lahan empuk bagi aksi
kristenisasi. Selain misionaris dari kalangan Katolik, kalangan Kristen dari sekte
Advent pun turut pula mewarnai. Setelah itu muncul dari kalangan Kristen sekte
Bethel. Tak terlalu lama, jamaah Bethel langsung mendirikan gereja di Ujung
Gagak dan Cibeureum. Itulah aksi nyata mereka guna melakukan pemurtadan di
tengah kaum muslimin. Kecamatan Kampung Laut yang terdiri dari Desa Klaces,
Panikel, Ujung Alang, dan Ujung Gagak telah lama menjadi ajang pemurtadan.
Charles Patrick Edward Burrows alias Romo Carolus sejak tahun 1973 telah
menyambangi Kampung Laut. Pria kelahiran Irlandia 69 tahun lalu ini sengaja
menjadi Warga Negara Indonesia pada 1983. Tentu saja, agar semua aktivitasnya
di Indonesia bisa mulus. Termasuk, memuluskan aksi-aksi misionarisnya. Untuk
mengelabui masyarakat, ia mengemas aksi pemurtadannya dengan wujud aksi kemanusiaan.
Dibentuklah Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS), Lembaga Pendidikan Yos
Sudarso, Yayasan Pembina Pendidikan Kemaritiman, Mikro Kredit Swadaya Wanita
Indonesia, dan lainnya, yang merupakan kepanjangan tangan dari misi gereja.-Kampung
Laut adalah sebutan untuk permukiman di seputar Segara Anakan. Letaknya di
antara daratan Cilacap sebelah barat dan Pulau Nusakambangan. Jika dari arah
Kota Cilacap, menuju desa Kampung Laut, yaitu Ujung Alang, bisa ditempuh
sekitar 1—2 jam perjalanan. Selain itu, dari arah Ciamis, melalui Pelabuhan
Majingklak bisa lebih dekat. Banyak perahu yang ditambat di pelabuhan untuk
melaju ke Kampung Laut. Segara Anakan merupakan pertemuan air laut Samudra
Hindia dengan air tawar dari beberapa muara sungai yang mengalir dari daratan
Pulau Jawa, seperti Sungai Citandui , Sungai Cibeureum, Sungai Cikonde, Sungai
Cemenang, dan lainnya. Segara Anakan dari tahun ke tahun mengalami pendangkalan
akibat air sungai yang membawa lumpur.--Dari lumpur itulah terbentuk mud island (tanah
timbul) yang kemudian ditumbuhi mangrove, yaitu hutan dengan jenis tetumbuhan
tertentu, seperti ada apiapi (jenis avicenia, yaitu avicenia alba, avicenis marina, dan avicenia oficenalis), bogem (sconneratia alba), bakau (jenis rizophora mucronata dan rizophora apiculata), tancang (bruguirea sp), dan ainnya. Dari mangrove tumbuh
berbagai akar yang menjadi rumpon bagi udang, ikan, dan kepiting. Karena itu,
ikan, kepiting, dan udang merupakan penghasilan andalan masyarakat nelayan
Kampung Laut. Tak tertinggal, burung bangau, kuntul, dan hewan lainnya turut
memberi corak alam Kampung laut. Melalui mangrove, Allah Subhanahu wata’ala mencurahkan
rezeki bagi segenap makhluk-Nya di sana. Itulah nikmat Allah Subhanahu wata’ala yang tiada terkira dan patut
disyukuri.
Dibelahan wilayah lainnya, Kampung Laut menyimpan keindahan
eksotik. Di tepian Solok Jero, terhampar pantai berpasir putih . Apabila
dibentangkan, pantai ini bersambung ke pantai Pangandaran. Subhanallah, begitu menakjubkan. Menangkal laju
kristenisasi di Kampung Laut tak semata berbekal penyajian materi bersifat
fisik. Namun, gerakan harus dilakukan secara sinergi. Segenap kekuatan
digabung, dikoordinasi secara rapi dan terprogram. Ma’had An-Nur Al-Atsary,
Banjarsari, Ciamis, adalah yang mengawali penggalangan aksi melawan
kristenisasi di Kampung Laut. Bekerja sama dengan para ustadz dan ikhwan
salafiyin Cilacap, Ma’had An-Nur Al-Atsary terus melakukan pembinaan terhadap
para mualaf. Tentu, seraya Masjid di Dusun Muara Dua, Desa Panikel, Kec.
Kampung Laut menyalurkan berbagai bantuan dari para muhsinin kepada para
mualaf. Tak hanya itu, di bawah arahan al-Ustadz Khatib Muwahhid, Ma’had an-Nur
al-Atsary pun menggalang pula sinergi dengan para ustadz salafiyin dari
berbagai daerah untuk diterjunkan di Kampung Laut. “Kami sadar, perjuangan ini
tak bisa dilakukan sendirian,” tutur al-Ustadz Fauzan, salah seorang pengasuh
di Ma’had an-Nur al-Atsary yang banyak terjun ke basis-basis kristenisasi.
T a
k h a n y a setahun atau dua tahun, perjuangan i n i m e n u n t u t waktu yang
lama. Keadaan keimanan para mualaf harus dikokohkan. Seraya memohon
pertolongan- Nya, kajian-kajian keagamaan harus terus ditingkatkan
intensitasnya. Maka dari itu, partisipasi dari para ustadz jangan sampai
terhambat dan tidak berkesinambungan. Bagaimana pun, kehadiran para ustadz akan
memberi dampak yang tak sedikit untuk para mualaf. Biidznillah.
Bagaimana hati ini tak trenyuh melihat
sosok Suparjo yang telah berusaha mengislamkan kembali masyarakat Kampung Laut.
Bagaimana pula hati tak trenyuh melihat para mualaf mulai menyukai
pakaian yang menampakkan syiar keislaman, sebuah fenomena baru nan menyejukkan
hati. Begitu pula ketika melihat ibu-ibu petani di Solok Jero yang begitu
antusias belajar Islam. Selepas shalat Jumat mereka menuruni perbukitan seraya
membawa buku dan alat tulis. Bahkan, di tengah kegulitaan malam, berbekal obor
di tangan, mereka melabuhkan hati di masjid untuk taklim. Mereka berharap bisa
memahami Islam dengan baik dan benar. Setelah itu mereka beramal dengan ilmu
yang telah direngkuhnya. Hati siapakah yang tak trenyuh melihat semangat
belajar para mualaf begitu menyala? “Setelah Islam saya peluk, hati ini
tenang,” aku Suparjo. Isi hatinya tercurah saat bincang-bincang tengah hari di
beranda masjid yang belum selesai dibangun. Bangunan masjid itu berada persis
di muka rumahnya. Untuk sekadar shalat lima waktu masjid itu bisa digunakan.
Meski untuk berwudhu harus menggunakan air yang
menggenang tanah berlubang di halaman masjid. Air bersih termasuk masalah pokok
yang dihadapi masyarakat Kampung Laut. “Saya merasa banyak saudara setelah
berislam,” ungkap Suparjo lebih lanjut dengan polos. Sebuah pengakuan yang
menyiratkan, betapa mereka sangat membutuhkan perhatian. Mereka menanti setetes
embun yang menyegarkan jiwa. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya),
“Barang siapa melepaskan satu
kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan dunia, Allah Subhanahu
wata’ala akan melepas satu kesulitan
padanya dari berbagai kesulitan pada Hari Kiamat. Barang siapa memberi
kemudahan pada seseorang yang Genangan
air untuk berwudhu ditimpa kesusahan, niscaya
Allah Subhanahu wata’ala akan memberi kemudahan padanya
di dunia dan akhirat…. Allah Subhanahu wata’ala akan membantu seorang hamba manakala hamba tersebut mau menolong
saudaranya.” (HR. al- Bukhari-Muslim)
Ketulusan hati untuk
mengangkat derita mereka adalah kemestian. Ya, membantu mereka dari
keterpurukan. Bukan mengeksploitasi mereka demi kepentingan-kepentingan sesaat
selaras hawa nafsu. Bukan pula mengeksploitasi mereka demi popularitas dan
membesarkan nama pribadi. Bukan, bukan untuk itu. “Dahulu, sempat ada tudingan
miring kepada kami. Dikira kami mau menjual isu Kampung Laut,” papar dr. Ade,
relawan yang membantu tim medis. Namun, seiring waktu, tudingan itu sirna. Alhamdulillah.
Betapa keikhlasan beramal menjadi
perkara teramat penting. Kampung Laut ada di depan pelupuk mata. Akankah ia
biarkan tergolek begitu saja? Mengerang, menanti kepastian. Akankah ia biarkan
dicabik-cabik manusia tiada bermoral? Tentu tidak. Kampung Laut telah menjadi
bagian dari kehidupan Islam. Ia tak boleh dibiarkan meratap sendiri. Luka
mereka, duka kita. Saatnya menyeka air mata kesedihan. Basahi tubuh dengan
cucuran peluh. Saat ini, berpangku tangan bukanlah sesuatu nan elok. Sebab,
sesungguhnya orang-orang Nasrani tak akan tinggal diam guna menjejalkan makar
pemurtadannya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ ۗ
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu hingga
engkau mengikuti agama mereka.” (al- Baqarah: 120)
Semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa menolong dan memberi
kemudahan kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas berjuang di jalan-Nya. Kampung
Laut memanggil kita….
Wallahu a’lam.
Source : asysyariah.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Untaian Nasehat Untukmu. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar