
بسم الله الرّحمن الرّحيم
Al-Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin
Sengaja Ayah layangkan risalah ini ke pangkuanmu
sebagai bentuk nasihat. Ayah berharap, nasihat ini membawa manfaat nan teramat
luas. Semoga nasihat ini pun bisa mematik secerah cahaya kala menapaki
kehidupan yang sarat tipu daya setan. Ayah goreskan pena ini karena mengharap
wajah-Nya. Ayah rangkai kata guna wujudkan titah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Karena, sungguh telah termaktub dalam hadits shahih :
“Agama itu nasihat.” Para
Shahabat bertanya, “Untuk siapa, ya Rasulullah ?” “Untuk Allah, Kitab-Nya,
Rasul-Nya, para imam, dan kaum muslimin umumnya.”[H.R. Muslim, dari Abi
Ruqayyah Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu]
Wahai ananda, betapa nista hidup ini manakala sikap
sombong menyelubungi seseorang. Mengenakan pakaian keangkuhan, sementara sikap
rendah hati tiada ada. Ia tinggikan dirinya, sedang orang lain direndahkan. Tak
ada dalam kamus hidupnya untuk berupaya meninggikan seranting mengendepankan
sedepa kepada orang lain. Sulit bersikap tawadhu, tak terlintas dalam benak
bersikap tanazul (merendah). Seakan dirinyalah yang terbaik. Adapun orang lain,
rendah dihadapannya. Seakan dirinya yang paling alim lagi memiliki ilmu, yang
lain Cuma pandai mengangguk di hadapannya. Ujub menyelimutinya, bangga diri
mewarnai setiap tingkahnya. Merasa agung dan besar kepala.
Betapa kerugian kelak akan menimpanya. Manakala sikap
nan tiada terpuji itu terus ia pupuk dan semai. Seakan ia menjadi manusia
sempurna, tak bercacat, tak pernah berbuat salah. Tak sekedar itu, lisannya
tajam bak sembilu, fasih dalam mencerca, lihai mencaci lagi memaki, melukai
hati banyak hamba. Entah, gaya hidup macam apa yang ingin ia pertujukkan di
atas panggung kehidupan ini. Padahal
dirinya tahu, hidup di dunia ini Cuma sesaat. Kelak di akhirat setiap diri akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Walau taubat telah ia panjatkan, namun itu kiranya belum mencukupi
manakala dirinya belum meminta maaf kepada orang yang ia cerca. Bukankah ulama
melampirkan syarat agar taubat seseorang diterima, jika masih ada urusan hak
orang lain hendaknya diselesaikan terlebih dahulu. Jika urusan itu terkait
dirinya pernah menuduh tak senonoh pada orang lain, maka ia harus meminta maaf
padanya. Jika terkait harta, ia hendaknya kembalikan harta itu padanya. Jika ia
pernah menggibahnya, hendaknya ia meminta untuk dihalalkannya.
Maka, wahai ananda,
janganlah dirimu merasa enggan untuk meminta maaf. Karena orang yang meminta
maaf lantaran telah berbuat khilaf, berarti ia seorang yang jujur pada dirinya.
Ia menjadi kesatria. Mau mengakui kesalahannya. Rendahkanlah hatimu di hadapan
orang lain. Barangsiapa yang bersikap tawadhu karena Allah, niscaya Allah akan
meninggikannya. Allah Ta’ala tak akan menyia-nyiakan orang yang bersikap
tanazul karena-Nya. Tepislah sikap tinggi hati yang bercokol pada dirimu.
Sungguh, Allah tak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
“Dan janganlah kamu
memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka
bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyakai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” [Q.S. Luqman : 18-19]
Duhai ananda, persiapkanlah
diri untuk menghadapi hari akhirat. Ingatlah apa yang terdapat dalam hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu ini (yang artinya),
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya, ‘Apakah kalian mengetahui siapakah orang yang bangkrut itu ?’ Lantas
para Shahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut, menurut kami, yaitu yang tiada
memiliki dirham juga tak memiliki harta benda.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan
umatku, yaitu seseorang yang datang pada hari kiamat dengan membawa palaha
shalat, puasa, dan zakat. Seiring dengan itu, ia datang pula (dengan membawa
dosa) telah mencaci maki, telah membuat tuduhan tak benar, memakan harta (orang
lain), menumpahkan darah, dan memukul (orang lain). Maka, lantas diberikanlah
pahala kebaikan dirinya, diberikan pula pahala kebaikan lainnya. Jika pahala
kebaikan yang ada padanya tak mencukupi sebelum terselesaikan urusannya, maka
diambillah dosa-dosa orang-orang yang berurusan dengannya (saat di dunia), lalu
dosa-dosa itu ditimpakan padanya. Setelah itu ia dilemparkan ke dalam neraka.”
[H.R. Muslim]
Wahai
ananda, saat engkau ulurkan tangan untuk meminta maaf, maka sesungguhnya dirimu
telah berupaya menyelamatkan diri dari kebangkrutan pada hari kiamat.
Menyelamatkan dirimu dari siksa neraka yang pedih. Karenannya tiada akan merugi
seorang hamba yang senantiasa membuka diri dan mudah guna meminta maaf. Semoga
Allah Ta’ala senantiasa melapangkan hati kita untuk senantiasa memupus dosa dan
kesalahan melalui permohonan maaf. Semoga Allah Ta’ala senantiasa merahmati
hamba-Nya yang pandai meminta maaf.
Demikianlah risalah dari Ayah.
Wallahu a’lam.
Barakallahu
fikum.
Yang senantiasa rindu
mendekapmu,
Ayah
[Ditulis ulang dari Majalah
Qudwah, edisi 9, hal 62-64
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Untaian Nasehat Untukmu. Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar